Sabtu, 28 Juni 2008

Negeri Firaun membuatku angkuh


Oleh : Herisuanto mahfudz

Panas angin gurun menyengat dipanggang matahari
menyala Kairo hujan debu
berkabut asap tebal dari knalpot kendaraan berpacu
merekah bunga rose menggigil tak kuat bermanja lama di musim semi
maka seperti sia sia kupahat cinta dan cita pada bunga rose yang hampir layu
musim semi ini tanpa denting Rababa
tanpa tabuhan Tabla
seketsa kisah sepi masa muda
kulikis di sini dan bermula di sini

Ah!
tari perut yang memuakkan
bau parfum murah menyeruak hayalku
bangkit kembali nafsu kukudakuda kau
lantas kupandangi Nil yang abuabu biru
Andai aku suka pinggul yang ramping meliuk dada yang berisi kujamah nakal
tapi selalu meninggalkan perih di hati birahi yang terkekang
Allah telah menyelamatkan aku pikirku
Hampir jadi Firaun aku di sini kalau tidak Musa dibuai di pangkuannya sendiri
dan mungkin sudah jadi tumbal Nil yang mengalir
Oh!
terima kasih Allahku
engkau telah hantar sahabat utusanMU Amru di peradaban gersang negeri ini

Pyramid yang ajaib tegak menyangga matahari dan bulan
gunung batu yang pernah terkubur oleh gurun
sekejab aku pandangi Abu Haul yang angkuh;
cacat tanpa hidung
dasar firaunfiraun itu mati dalam keangkuhan
kuburan itu dibangun dengan tulang belulang yang pecah hamba abdinya
Huh!
mungkin keringat mereka yang mengalir di gurun pasir menjadi air Nil
mungkin perahu yang ditemukan di sini untuk berlayar di atas keringat mereka
di gurun kering batu ini mungkinkah firaun pakai perahu

keangkuhan itu seketika menjelma jadi aku
pasir,gurun,Pyramid jadi hatiku dan berkarat
firaun itu serupa aku
Abu Haul itu aku
Allahku
ini ambil kembali selendangMU
karna aku demam memakai selendangMU

Cairo, 26 april 2008

pada tanah yang menyimpan bekas kakimu


Oleh : Herisuanto mahfud

Berikan kaki dan tanganmu pada tanah ini
berikan peluhmu yang mengalir untuk lembutkan tanah ini
berikan letihmu sejenak kepada gubuk ini
dan menikmati makan siang
ulam daun Kenikir sambal belacan dan ikan asin
aroma nasi dibungkus daun pisang
menggelitik selera dan cacing perutmu tertawa

Lukislah indah padi ketika menghijau
membentang luas di bawah kaki langit yang biru
dan ketika itu kamu selalu berharap hujan turun
berharap rahmat tuhan yang tercurah
kamu duduk di gubuk dan tersenyum menghitung titik hujan
berdoa semoga angin tak rebahkan batang padi mulai gemuk

Ukirlah pesona di keningmu ketika padi menguning
elok langit sore turut mengeringkan keringatmu
tanganmu sibuk menarik kaleng gemerincing mengusir burungburung
usai padi dituai musim panen
kita berjalan pulang beriringan membawa padi setengah kering

pergi jangan takut untuk pergi
kamu pasti akan kembali
pada tanah yang menyimpan bekas kakimu

Cairo, 6 Mai 2008

Sebelum Ayah bundamu Berkalang Tanah; Tanah Amanah Sedang Menunggumu Resah


Oleh: Herisuanto Mahfudz
Juara 1 lomba puisi Kelompok Study Mahasiswa Riau Mesir (KSMR)

Selama gugusan awan berarak dan langit masih biru
seperti dua puluh tahun yang lalu ketika engkau pecahkan tagis pertamamu
di pangkuanku
Pergilah puteraku!
restu bunda singkapkan tiraitirai langit
Kata bunda
mendongakkan kepalanya ke langit

Selagi kuntum bunga di jembangan sedang merekah indah
matahari belum lelah bersinar
angin berhembus goyangkan pucukpucuk nyiur
Sekarang, duhai buah hatiku!
Kata bunda
tersenyum menyimpan air matanya
seperti Dang Merdu melepaskan putra perkasanya Hang Tuah

Kembangkan layar
segera naikkan jangkar dan ikuti haluan
seperti panglima Umar
bersama Lancang Kuning berlayar gagah
membuktikan setia cinta Zubaidah
menjadi galangan Lancang Kuning
berlayar tunaikan sumpah datuk laksemana yang difitnah

Karena itu
Biarkan bunda menangis mengubur airmata rindu
menyimpan waktu kanakkanakmu untuk mengenangmu
seperti menunggu ayahmu pulang dengan ikan di penghujung minggu

biarlah biarlah!
jangan risaukan bunda di negeri ini
karna ayahmu masih kuat menarik jaring rawai
lihai menari bersama angin badai
tertawa bersama gelombang
sungguh bunda tak akan cemas
asal engkau tidak mimpi dalam impianmu
di kota menara itu

Janganlah resah
bila bundamu lelah menoreh pohon getah
setelah subuh pergi pulang tengah hari
habis getah disiram hujan tengah hari
ojol mau dibangkit tak menjadi

atau kabar yang tersebar sudah
kampung sebelah banyak perawan hamil di luar nikah
Si salmah dilamar dan menikah
Si Ali jadi bandar judi
adikmu Ani malas mengaji

Pesan bunda;
panjatlah semua menara di kota itu
carilah ilmu mustika sakti itu
bila engkau dapat segera pulang
tak usah menambat tali di negri orang

Ingatlah negerimu negeri minyak
orang bertilam minyak tidur berselimut minyak
banyak orang masih tertidur nyenyak
ada juga yang menjadi “taik minyak”
pulanglah bangunkan mereka dengan ilmu mustika sakti itu
biar mereka tahu bukan hanya Dang Merdu lahirkan seorang Hang Tuah
Aku bundamu lahirkan engkau yang tak bisu

Puteraku
hidup memang berliku butuh asa
menara ilmu mustika itu penuh duri berbisa
juga ada madu membuatmu manja terlena
bersiaga terus jangan menyerah kerna
tanah amanah sedang menunggumu resah
pulanglah Hang Tuahku, Oh...puteraku!
bawa ilmu mustika sakti itu
sebelum ayah bundamu berkalang tanah


Cairo, Sabtu 22 Maret 2008
Pukul 03:45 pagi